Minggu, 22 Februari 2009

Negara Jerman merupakan sebuah negara demokrasi perwakilan. Itulah yang diinginkan oleh UUD. Sebagian besar dari bangsa Jerman mengemukakan pendapatnya untuk sebuah demokrasi ‘langsung’. Bagaimana hal tersebut terjadi dan apa konsekuensinya?

Alasan dasar-dasar diterbitkannya hal ini adalah dari pengamatan terhadap “dua wajah demokrasi: Demokrasi perwakilan versus demokrasi langsung” dari Wilhelm Burklin, Russel Dalton dan Andrew Drummond. Kemudian hal ini juga muncul dalam buku “Wahlen un Wähler” (Memilih dan Pemilih). “Analisis dan alasan pemilihan Anggota DPR Federal 1998” yang diterbitkan oleh Hans Dieter Klingemann dan Max Kaase. Pusat Ilmu Pengetahuan Berlin (WZB).

“Sampai dengan tahun 40-an orang sudah mengetahui apa itu demokrasi dan mendukung atau menentangnya. Sejak itu semua mengakui mencintai demokrasi tetapi tidak mengenal dengan baik apa itu demokrasi. Kebingungan terhadap makna istilah demokrasi tersebut yang dipastikan oleh Giovanni Satori tahun 1992, terus bertahan. Terutama sekali apabila mengenai bentuk demokrasi langsung, tampak warga seolah tidak mengenal persyaratan politik. Hal ini terbukti karena dengan adanya kenyataan bahwa 57%, yang berarti mayoritas warga, mendukung demokrasi ‘langsung’, sedangkan demokrasi perwakilan hanya mendapat dukungan 35% dari seluruh warga.

Tentu saja sebagian besar responden tidak benar-benar mengutamakan masalah demokrasi langsung itu sendiri, melainkan meninginkan adanya perbaikan secara gradual pada partisipasi mereka dalam penentuan kehendak politik. Namun orang bisa saja mengacuhkan inti dari data angket yang kurang menggembirakan itu dengan argumen bahwa pada dasarnya warga tidak mengetahui perbedaan-perbedaan mendasar antara demokrasi perwakilan dan demokrasi langsung, kalau saja politik tidak memberikan perbedaan-perbedaan tersebut dan menempatkan posisinya demi prinsip perwakilan itu sendiri. Sayangnya tidak terdapat perdebatan yang kritis yang kiranya akan mempermasalahkan kontradiksi-kontradiksi antara kedua konsep demokrasi yang berlawanan tersebut. Sebagai gantinya, tuntutan terhadap penerapan instrumen-instrumen demokrasi langsung, seperti yang saat ini dilancarkan oleh hampir semua parpol, memperkuat kesan publik bahwa masalah-masalah aktual berkenaan sistem kepartaian kita harus dipecahkan dengan cara demokrasi langsung.

;;